Salah satu hikmah diturunkannya al Qur’an secara bertahap adalah untuk mengokohkan hati Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Karena wahyu yang diturunkan pada setiap kejadian itu akan lebih memperteguh kepercayaan di dalam hati dan memperkuat inayah (pertolongan) Alloh Subhaanahu wa Ta’ala kepada Nabi yang menerimanya.
Disamping itu dengan diturunkannya al Qur’an secara bertahap maka akan memudahkan kaum muslimin untuk lebih mudah dalam menghafalnya dan memahaminya serta mengamalkannya. Sehubungan dengan ini Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, yang artinya: "Pelajarilah al Qur’an lima ayat-lima ayat" (HR: al Baihaqi dalam Kitab Syu’abul Iman)
Dari Utsman, Ibnu Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhum, menjelaskan bahwa Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam senantiasa membacakan sepuluh ayat kepada mereka. Mereka tidak pindah kepada sepuluh ayat yang lain sebelum mempelajari pengamalannya, “Sehingga kami mempelajari al Qur’an dan pengamalannya sekaligus” (Tafsir al Qurthubi I/39 dan Tafsir ath Thabari I/60)
Contoh yang paling jelas tentang hikmah diturunkannya al Qur’an secara bertahap adalah tahapan pembentukan tasyri tentang diharamkannya khamr.
Pertama turun firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala, yang artinya: "Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik" (QS: An Nahl: 67)
Kemudian turun firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala yang berikutnya, yang artinya: "Mereka bertanya kepadamu soal khamr dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, namun dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya" (QS: Al Baqarah: 219)
Ayat ini membandingkan manfaat khamr yang temporer dengan mudharatnya. Disamping pelakunya mendapat dosa, khamr juga mengakibatkan rusaknya badan dan akal pikiran, menghabiskan harta benda serta mengakibatkan timbulnya perbuatan maksiat.
Setelah ayat tersebut menjelaskan bahwa mudharatnya lebih besar ketimbang manfaatnya, kemudian turun firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berikutnya, yang artinya: "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mendekati (melaksanakan) shalat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan" (QS: An Nahl: 43)
Dengan turunnya ayat ini, mereka mengerti bahwa khamr diharamkan pada waktu shalat. Setelah ayat di atas, baru diturunkan ayat yang secara tegas melarang khamr, yang artinya: "Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS: Al Maidah: 90)
Berkaitan dengan hal tersebut Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata, yang artinya: "Sesungguhnya surat yang mula-mula turun adalah surat pendek yang di dalamnya disebutkan adanya surga dan neraka, sehingga jika manusia telah memeluk Islam, maka diturunkan ayat tentang halal dan haram. Seandainya ayat pertama kali turun adalah, ‘Janganlah kalian meneguk khamr’, pastilah mereka akan mengatakan, ‘Kami tidak akan meninggalkan khamr selamanya" (HR: al Bukhari). (mt)
(Sumber Rujukan: Kitab Syu’abul Iman; Tafsir al Qurthubi; Tafsir ath Thabari)
Diambil dari : http://www.mediamuslim.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar