Selasa, 04 Desember 2007

Betapa Parahnya Dizaman Ini

Diantara musibah besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah acuh terhadap urusan agama dan sibuk dengan urusan dunia. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan Alloh karena sedikitnya pemahaman tentang permasalahan-permasalahan agama. Dan jurang terdalam yang mereka masuki yaitu lembah hitam kesyirikan.

Perbuatan dosa yang paling besar inipun begitu samar bagi kebanyakan manusia karena kejahilan mereka dan rajinnya setan dalam meyesatkan manusia sebagaimana yang dikisahkan Alloh tentang sumpah iblis, yang artinya: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (QS: Al-A’rof: 16). Bahkan kesyirikan hasil tipudaya iblis yang terjadi pada masa kita sekarang ini lebih parah daripada kesyirikan yang terjadi pada zaman Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam…!! Kenapa bisa demikian ?

Kemusyrikan Zaman Dahulu Hanya di Waktu Lapang

Sesungguhnya orang-orang musyrik pada zaman Rosululloh melakukan kesyirikan hanya ketika dalam keadaan lapang saja. Namun tatkala mereka dalam keadaan sempit, terjepit, susah dan ketakutan mereka kembali mentauhidkan Alloh, hanya berdo’a kepada Alloh saja dan melupakan segala sesembahan selain Alloh. Hal ini sebagaimana dikabarkan oleh Alloh tentang keadaan mereka, yang artinya: “Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS: Al-Isra’: 67).

“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Alloh) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Alloh untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: ‘Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka’.” (QS: Az-Zumar: 8).

Itulah keadaan musyrikin zaman dahulu, lalu bagaimana keadaan musyrikin pada zaman kita ini? Ternyata sama saja bagi orang-orang musyrik zaman kita ini, baik dalam waktu lapang ataupun sempit tetap saja mereka menjadikan bagi Alloh sekutu. Tatkala punya hajatan (misalnya pernikahan, membangun rumah ataupun yang lainnya) mereka memberikan sesajen ke tempat-tempat yang dianggap keramat. Tatkala sesuatu ketika terkena musibah, mereka beranggapan bahwa mereka telah kuwalat terhadap yang mbaurekso (jin penunggu) kampungnya kemudian meminta ampun dan berdoa kepadanya agar menghilangkan musibah itu atau pergi ke dukun untuk menghilangkannya. Ini adalah bentuk kesyirikan kepada Alloh yang amat nyata. Alloh berfirman, yang artinya: “Hanya bagi Alloh-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan sesuatu yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (QS: Ar-Ro’du: 14)

Sesembahan Musyrikin Dulu Lebih Mending Sholehnya

Orang-orang musyrik pada zaman Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasallam menjadikan sekutu bagi Alloh dari dua kelompok, yang pertama adalah hamba-hamba Alloh yang sholeh, baik dari kalangan para nabi, malaikat ataupun wali. Dan yang kedua adalah seperti pohon, batu dan lainnya. Lalu bagaimana keadaan orang-orang musyrik zaman kita? Saking parahnya keadaan mereka, orang-orang yang telah mereka kenal sebagai orang suka berbuat maksiatpun mereka sembah dan diharapkan berkahnya. Lihat betapa banyak orang yang berbondong-bondong ngalap berkah ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di Gunung Kemukus, Sragen. Diceritakan bahwa mereka berdua adalah seorang anak dan ibu tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berselingkuh, kemudian mereka diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal. Konon sebelum meninggal Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan peziarah dapat terkabul jika melakukan seperti apa yang ia lakukan bersama ibu tirinya. Sehingga sebagai syarat “mujarab” untuk mendapat berkah di sana, harus dengan berselingkuh dulu…!! Allohu Akbar!

Musyrikin Zaman Dahulu Tidak Menyekutukan Alloh Dalam Rububiyah-Nya

Tauhid Rububiyah adalah mengikrarkan bahwa Alloh lah satu-satunya pencipta segala sesuatu, yang memberikan rizki, yang menghidupkan dan mematikan serta hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Alloh. Ini semua diakui oleh orang-orang musyrik zaman dahulu. Dalilnya adalah firman Alloh, yang artinya: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: ‘Alloh’, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Alloh )?.” (QS: Az-Zukhruf: 87).

Juga firman-Nya, yang artinya: “Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Alloh.’ Maka katakanlah ‘Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?’.” (QS: Yunus: 31).

Akan tetapi titik penyimpangan mereka yaitu kesyirikan dalam Tauhid Uluhiyah (mengikrarkan bahwa hanya Alloh sajalah yang berhak ditujukan kepada-Nya segala bentuk ibadah, seperti do’a, nadzar, menyembelih kurban dan lain-lain). Inilah yang diingkari oleh musyrikin zaman dulu. Mereka berdoa kepada patung atau penghuni kubur bukan dengan keyakinan bahwa patung itu bisa mengabulkan do’a mereka atau punya kekuasaan untuk mendatangkan keburukan, namun yang mereka maksudkan hanyalah supaya patung (sebagai perwujudan dari orang sholeh) atau penghuni kubur itu dapat menyampaikan do’a mereka kepada Alloh. Mereka berkeyakinan bahwa orang sholeh itu yang telah diwujudkan/dilambangkan dalam bentuk gambar/patung tersebut mempunyai kedudukan mulia di sisi Alloh. Sementara mereka merasa banyak berbuat dosa dan maksiat, sehingga tidak pantas meminta langsung kepada Alloh, tetapi harus melalui perantara. Inilah yang mereka kenal dengan meminta syafa’at pada sesembahan mereka Mereka (orang-orang musyrik) mengatakan, yang artinya: “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya.” (QS: Az-Zumar: 3)

Lalu bagaimana keadaan musyrikin sekarang ini? Diantara mereka ada yang berkeyakinan bahwa yang memberikan jatah ikan bagi nelayan, yang mengatur ombak laut selatan adalah Nyi Roro Kidul. Sungguh tidak seorang pun dapat menciptakan seekor ikan kecil pun, ini adalah hak khusus Alloh dalam Rububiyah-Nya, tetapi mereka menisbatkannya kepada Nyi Roro Kidul. Allohu akbar! betapa keterlaluan dan lancangnya terhadap Pencipta alam semesta!!! Sehingga tidaklah heran pula jika banyak diantara masyarakat yang takut memakai baju hijau tatkala berada di pantai selatan, karena khawatir ditelan ombak yang telah diatur oleh Nyi Roro Kidul.

Lihatlah, betapa orang-orang musyrik zaman dahulu lebih berakal daripada orang-orang musyrik sekarang ini. Karena maraknya bentuk-bentuk kesyirikan dan samarnya hal tersebut sudah seharusnya setiap kita untuk mempelajari ilmu tauhid agar dapat menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari segala macam bentuk kesyirikan. Sungguh betapa jahilnya orang yang mengatakan “Untuk apa belajar tauhid sekarang ini?”

Akhirnya kita memohon kepada Alloh agar memberikan kepada kita taufik dan menjauhkan diri kita dari berbagai macam bentuk kesyirikan yang merupakan sebab kehancuran di dunia maupun di akhirat. Wallohu A’lam.

Ketika Zina Jadi Biasa

Saat ini fenomena hamil di luar nikah begitu marak, dan masyarakat pun sudah menganggap hal ini sebagai sesuatu yang biasa. Di mana-mana ada pemilu (pengantin hamil dahulu). Ironisnya, maksiat ini banyak dilakukan umat Islam, padahal Islam mengajarkan umatnya agar jangan mendekati zina...

Dampak Globalisasi

Kemajuan teknologi informasi benar-benar telah membawa pengaruh besar bagi masyarakat. Sayang, kebanyakan pengaruh yang ditimbulkannya bersifat negatif, yang mengarah pada dekadensi moral, khususnya bagi generasi muda.

Pengaruh budaya barat yang disebarkan melalui berbagai tayangan di televisi, VCD, ataupun internet yang begitu mudah diakses, sungguh sangat terasa. Perubahan nilai atau cara pandang terhadap pergaulan antar lawan jenis pun berubah. Kalau dulu, pacaran atau bermesraan di depan umum dianggap tabu, kini hal itu dianggap biasa. Jangankan bersentuhan atau sekadar berciuman, yang lebih dari itu pun dilakukan, dengan tanpa rasa malu! Naudzubillah...

Sepotong Malu Yang Tersisa
Saat melakukan hal itu (zina), mungkin rasa malu benar-benar sudah menghilang dari hati dua insan yang dimabuk cinta. Hawa nafsu telah membius mereka, sehingga hal itu pun terjadi.

Namun...bila kemudian timbul konsekuensi logis dari perbuatan mereka itu, benarkah tiada lagi sepotong malu yang tersisa...?

Bagi seorang gadis, ternyata itu seringkali menyisakan rasa malu yang dalam. Gara-gara hamil di luar nikah, sekolah terpaksa kandas. Dan semua orang tahu, kini ia tidak gadis lagi. Duh, malu ...rasanya! Tambah malu lagi, bila sang pacar tidak mau mengakui atau bertanggung jawab atas perbuatannya. Bila begini jadinya, rasanya, habislah sudah masa depannya. Penyesalan pun selalu datang terlambat.

Demikian juga bagi orangtua si gadis. Ijab qabul belum dilakukan.... eh, rahim anaknya sudah ‘diisi’ orang. Siapa yang tak marah.

Yanglebih menyedihkan adalah rasa malu seorang anak, jika kelak ia tahu, bahwa ia lahir ke dunia ini disebabkan perbuatan yang memalukan. Itulah beberapa ‘malu’ yang tersisa, dari perbuatan yang sepantasnya hanya dilakukan binatang itu.

Dipertanyakan keabsahannya
Ketika mengetahui anak gadisnya dihamili pacarnya, biasanya seorang bapak buru-buru menikahkan mereka. Ia tak peduli, sah atau tidakkah pernikahan dalam kondisi demikian. Yang penting, jangan sampai anaknya melahirkan tanpa memiliki suami.

Walaupun menurut hukum di negeri ini, pernikahan dalam kondisi seperti itu dianggap sah, namun sah jugakah bila dituinjau dari hukum agama yang syar’i?

Dalam islam, seorang wanita yang hamil harus menunggu sampai anaknya lahir, jika ingin menikah. Lagipula, jika pernikahan seperti itu sah, maka akan senanglah para pezina. Enak sekali, bisa berzina dulu dan menikah kemudian. Bila sang wanita tidak hamil, tidak perlu menikah. Yang seperti itu tentu saja sangat bertentangan dengan Islam, karena islam memberikan hukuman yang tegas bagi para pelaku zina.

Anakpun Menjadi Aib
Normalnya, dalam pernikahan, kehadiran anak dianggap sebagai anugrah yang tak ternilai harganya. Tapi, bila anak terlahir dari hubungan di luar nikah, maka ia pun dianggap sebagai aib. Tak jarang, sebelum ia lahir ke dunia, orangtuanya berusaha menggugurkannya. Setelah lahir pun, seringkali ia hanya dibuang begitu saja, seperti sampah yang tak berharga.

Adapun mengenai nasab anak dari perbuatan zina dinasabkan pada ibunya. Meskipun bapak bayi itu sudah menikah dengan ibunya, tapi jika si anak lahir dari perbuatan di luar nikah, maka ia tetap dinasabkan pada ibunya. Jika anak itu perempuan, maka kelak bapaknya (secara biologis) tidak boleh menjadi wali nikahnya! Jadi kehamilan di luar nikah, memang membawa madharat yang panjang....

Pernikahan Tidak Lagi Sakral
Terlepas dari sah atau tidaknya pernikahan 'pemilu' ini, biasanya tidak akan membawa kebahagiaan yang langgeng dalam rumah tangga. Sebab pernikahan sudah kehilangan makna, tidak sakral lagi. Tak ada ‘malam pertama’ yang indah nan penuh kejutan. Karena semua dirasakan sebelum menikah. Mungkin, yang ada justru kejenuhan, penyesalan dan keterpaksaan.

Rumah tangga yang seperti itu biasanya hanya akan terasa ‘gersang’, dan tiada lagi kehangatannya. Mengapa? Karena seringkali mereka menikah, dalam keadaan terpaksa. Khususnya bagi pihak laki-laki. Tak jarang, bila dulunya si gadis memiliki banyak pacar, maka lelaki yang menikahinya tiba-tiba ‘berubah pikiran’ dengan tidak mengakui bahwa bayi yang dikandung isinya itu adalah anaknya. Maka, pihak istrilah yang paling menderita bila ini terjadi.

Kiamat sudah Dekat
Salah satu tanda makin dekatnya hari kiamat adalah menyebarnya maksiat, termasuk maraknya zina. Hari ini kita saksikan, maksiat ada di mana-mana. Zina pun sudah menjadi hal biasa yang dilakukan berbagai kalangan. Lalu, masihkah kita perlu bertanya, bila azab Allah datang silih berganti, semua ini salah siapa?

Barangkali memang kiamat sudah dekat, dan kiamat kecil bagi kita, adalah saat malaikat maut menjemput. Karena itu, mari kita berbekal. Jangan tukar kenikmatan sesaat, dengan siksa di akhirat yang kekal. Wallahu a’lam.

Diambi dari : http://www.mediamuslim.info



Senin, 03 Desember 2007

Misil Ashura Iran, Mampu Jangkau Wilayah Israel dan Basis Militer AS

Iran berhasil membuat misil balistik terbaru dengan jarak tempuh mencapai 2. 000 kilometer, cukup untuk mencapai basis-basis militer AS di Timur Tengah dan mencapai wilayah Israel.

Departemen pertahanan Iran menamakan misil baru dengan nama Ashura, nama peringatan kematian Imam Hussein yang setiap tahun dirayakan rakyat Iran. Pada bulan September, militer Iran dalam parade militernya menampilkan misil Ghadr-1 yang mampu menjangkau sasaran sejauh 1. 800 kilometer.

Sebelumnya Iran juga berhasil mengembangkan misil Shahab-3, yang diklaim mampu menjangkau target sejauh 2. 000 kilometer, tapi dalam sebuah parade militer, disebutkIan bahwa misil itu hanya mampu mencapai wilayah sejauh 1. 300 meter. Sejumlah pakar militer Barat mengklaim misil Ghadr-1 sebenarnya sama dengan misil Shahab-3, hanya beda nama dengan sedikit pengembangan yang membuat misil Ghadr-1 lebih efisien dan aerodinamiknya lebih sempurna.

Kantor berita Fars, yang dikenal kerap memberitakan perkembangan persenjataan Iran, termasuk berita seputar misil Ashura, tidak menampilkan gambar misil terbaru itu.

Seiring memanasnya pertikaian Iran-AS dan sekutunya soal program nuklir Iran, para pejabat militer Iran secara terbuka menyatakan tidak akan segan-segan menghancurkan basis-basis militer AS di Irak, Afghanistan dan Semenanjung Arab dengan misil-misilnya, jika AS berani menyerang Iran. (ln/al-arby/eramuslim)



Missile Iran - "Ashura" - "Shahab-3" - "ZelZel" - "Kowsar" - "Ghadr-1"



Jumat, 23 November 2007

Berdusta Yang Dibolehkan

Semua orang mungkin sepakat kalau berdusta adalah salah satu perbuatan yang sangat tercela. Bukan hanya saja tercela dalam pandangan manusia, tapi juga tercela dalam pandangan Allah subhanahu wata’ala.

Hukum asal dari dusta itu sendiri adalah haram dan wajib untuk dijauhi. Pertanyaannya adalah apakah ada dusta yang dibolehkan dalam ajaran Islam ini? Tentunya ini sangat menarik untuk kita bahas dalam bulletin kita kali ini.

Selama ini yang kita tahu bahwa dusta adalah perbuatan yang sangat buruk dan tidak boleh dikerjakan atau hukumnya haram secara mutlak. Kemudian ada juga yang kebablasan menganggap bahwa dusta adalah perbuatan yang lumrah dikerjakan, apalagi di jaman sekarang ini, rasanya suatu yang mustahil dan aneh kalau ada orang yang tidak pernah berdusta dalam hidupnya. Dusta bagi mereka merupakan bagian dari kebiasaan hidup mereka, sehingga kita akan menemukan hampir di setiap tempat di situ ada dusta. Apakah di sekolah, di perkantoran, di dalam rumah tangga, di pasar-pasar dan banyak lagi tempat-tempat yang tidak mungkin kita sebutkan semuanya.

Orang tua berdusta, anak berdusta, atasan berdusta, bawahan berdusta, pembeli berdusta, pedagang apalag. Intinya hidup mereka dipenuhi dengan dusta. Seakan-akan perbuatan ini bukan perbuatan yang tercela atau berdosa bagi orang yang melakukannya.

Banyak sekali dalil-dalil yang menjelaskan tentang larangan atau haramnya berdusta, baik di dalam al-Qur'an maupun al-Hadits.

Dalil-dalil tentang Larangan Dusta

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,


"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. 17:36)

Dalam ayat lain, artinya,

"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir". (QS. 50:18)


Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa ayat-ayat di atas merupakan dalil-dalil yang mengharamkan dusta, terlebih lagi dusta atas nama Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya, seperti mengatakan Allah subhanahu wata’ala berfirman begini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda begini, atau menafsirkan perkataan keduanya tanpa makna yang sebenarnya padahal keduanya tidak pernah mengatakan hal seperti itu. Dan perbuatan semacam ini tergolong ke dalam perbuatan dosa besar (al-kabâir). Sebagaimana telah dijelaskan di dalam al-Qur'an, artinya, "Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan. Sesungguh nya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 6:144)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah ia menyiapkan bangkunya di neraka". (Muttafaq 'alaih)

Rasulullah bersabda, “Jauhkan lah oleh kalian perbuatan dusta, maka sesungguhnya dusta itu menunjukkan/mengantarkan ke jalan kemaksiatan dan sesungguhnya kemaksiatan itu menyeret ke dalam neraka." (Muttafaq'alaih)

Dusta di samping ia adalah perbuatan tercela dan diharamkan, juga merupakan bagian dari ciri-ciri orang-orang munafiq. Hal ini juga dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Ciri-ciri orang munafiq ada tiga: apabila berbicara ia dusta, dan apabila berjanji, ia mengingkari, dan apabila dipercaya dia berkhianat". (Muttafaq 'alaih).

Bohong yang Dibolehkan

Seorang muslim yang baik tentunya tahu bahwa semua perbuatan nya akan diminta pertanggungjawaban nya kelak di Mahkamah Allah subhanahu wata’ala yang Maha 'Adil. Maka ia terlihat begitu hati-hati dan penuh perhitungan dalam melakukan segala sesuatunya. Baik yang berupa ucapan maupun tindakan.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. 17:36)

Ia sangat faham betul kalau dirinya selalu diawasi Allah subhanahu wata’ala, dan setiap amalnya selalu punya catatan dan nilai disisi-Nya. Sekecil apa pun amalan tersebut ia selalu memperhatikannya dan tidak sedikit pun ia remehkan. Ia selalu berusaha untuk jujur dan benar dalam segala perbuatan nya. Bahkan ia lebih memilih diam dari pada mengucapkan sesuatu yang tidak baik dan merugikan orang lain, berdusta misalnya. Sebagaimana ia tahu Allah subhanahu wata’ala telah berfirman, artinya, "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir". (QS. 50:18)

Dalam ayat lainnya Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.”Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. 99:7-8)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia mengucapkan ucapan yang baik atau lebih baik ia diam". (Muttafaq'alaih)

Kendati demikian, kejujuran terkadang bisa menjadi sesuatu yang tidak dianjurkan dalam agama ini, ketika kejujuran tersebut ternyata jelas-jelas tidak membawa maslahat yang besar dan mulia, justru sebaliknya malah mendatangkan mudharat. Dalam hal ini, maka dusta menjadi dibolehkan dalam agama ini, bahkan terkadang ia menjadi wajib untuk dilakukan.

Tentunya ada syarat-syarat tertentu sehingga dusta menjadi dibolehkan bahkan dianjurkan. Intinya adalah bahwa, "Perkataan atau suatu ucapan merupakan sarana untuk mencapai maksud yang diinginkan.” Maka setiap maksud yang terpuji memungkinkan/dapat diraih atau dicapai dengan tanpa berdusta/berbohong, maka berdusta pada saat itu hukumnya haram. Tetapi jika tidak memungkinkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan kecuali hanya dengan berdusta, maka dusta pada kondisi seperti ini dibolehkan".(lihat di kitab al-Adzkar, al-Imam an-Nawawi).

Bahkan para ulama menjelaskan seputar hukum tentang dibolehkannya berdusta dengan syarat-syarat sebagaimana di atas, kalau maksud yang dicapai adalah sesuatu yang mubah, maka dusta saat itu dihukumi mubah. Sedangkan jika maksud yang akan dicapai adalah sesuatu yang wajib maka dusta saat itupun menjadi wajib hukumnya. Contoh kasus, seseorang yang bersembunyi dari orang yang zhalim yang ingin membunuhnya, atau mau merampas hartanya. Lalu saat itu ada si fulan yang tahu dan ditanya tentang keberadaannya dan keberadaan harta tersebut. Maka wajib baginya berdusta demi menyelamatkan orang yang akan dianiaya tersebut dengan mengatakan tidak tahu atau menunjuk kan tempat lain. Karena menyelamatkan orang yang tidak bersalah (orang baik) dari kezhalimaan hukumnya adalah wajib. Sebagaimana kaidah "Apa yang tidak menyempurnakan sesuatu yang wajib kecuali dengannya, maka ia adalah wajib". Tetapi sebagian ulama berpendapat (di antaranya: al-Imam an-Nawawi rahimahullah, syaikh Ibnu Utsaimin hafizhahullah) bahwa sikap yang lebih hati-hati dan lebih utama dalam hal ini adalah melakukan 'Tauriyah', maksudnya adalah mengungkapkan suatu maksud yang benar dan tidak berdusta jika disandarkan kepada maksudnya tersebut (maksud dari ucapannya) walaupun ia berdusta dalam sisi zhahir lafadznya jika disandarkan kepada apa yang dipahami dan diminta oleh lawan bicaranya. Walaupun meninggalkan tauriyah dan tetap dengan ungkapan yang dusta tidak diharamkan dalam kondisi seperti ini. Contohnya: Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membonceng Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu di atas kendaraan beliau, maka jika ada seseorang yang bertanya kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di tengah perjalanan, beliau mengatakan, "Ini adalah seorang penunjuk jalanku”. Maka orang yang bertanya tersebut mengira bahwa jalan yang dimaksud adalah makna haqiqi, padahal yang dimaksud oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah jalan kebaikan (sabîlul khair)”. Semata-mata demi kemaslahatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari ancaman musuh-musuh beliau.” (HR. al-Bukhari)

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah dikatakan pendusta orang yang mendamaikan manusia (yang berseteru), melainkan apa yang dikata kan adalah kebaikan". (Muttafaq 'Alaih)

Imam Muslim menambahkan dalam suatu riwayat, berkata Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha, "Aku tidak pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan keringanan (rukhshah pada apa yang diucapkan oleh manusia (berdusta) kecuali dalam tiga perkara, yakni: perang, mendamaikan perseteruan/perselisihan di antara manusia, dan ucapan suami kepada istrinya, atau sebaliknya".
Mudah-mudahan penjelasan yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kita, Wallahua'lam bish-shawab.
(Abu Nabiel Muhammad Ruliyandi)
Sumber:
"Syarh Riyadhis Shalihin", Syaikh Ibnu Utsaimin.

Diambil dari : www.alsofwah.or.id





Kamis, 22 November 2007

Hikmah Al Quran Diturunkan Secara Bertahap

Salah satu hikmah diturunkannya al Qur’an secara bertahap adalah untuk mengokohkan hati Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Karena wahyu yang diturunkan pada setiap kejadian itu akan lebih memperteguh kepercayaan di dalam hati dan memperkuat inayah (pertolongan) Alloh Subhaanahu wa Ta’ala kepada Nabi yang menerimanya.

Disamping itu dengan diturunkannya al Qur’an secara bertahap maka akan memudahkan kaum muslimin untuk lebih mudah dalam menghafalnya dan memahaminya serta mengamalkannya. Sehubungan dengan ini Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, yang artinya: "Pelajarilah al Qur’an lima ayat-lima ayat" (HR: al Baihaqi dalam Kitab Syu’abul Iman)

Dari Utsman, Ibnu Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhum, menjelaskan bahwa Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam senantiasa membacakan sepuluh ayat kepada mereka. Mereka tidak pindah kepada sepuluh ayat yang lain sebelum mempelajari pengamalannya, “Sehingga kami mempelajari al Qur’an dan pengamalannya sekaligus” (Tafsir al Qurthubi I/39 dan Tafsir ath Thabari I/60)

Contoh yang paling jelas tentang hikmah diturunkannya al Qur’an secara bertahap adalah tahapan pembentukan tasyri tentang diharamkannya khamr.

Pertama turun firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala, yang artinya: "Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik" (QS: An Nahl: 67)

Kemudian turun firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala yang berikutnya, yang artinya: "Mereka bertanya kepadamu soal khamr dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, namun dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya" (QS: Al Baqarah: 219)

Ayat ini membandingkan manfaat khamr yang temporer dengan mudharatnya. Disamping pelakunya mendapat dosa, khamr juga mengakibatkan rusaknya badan dan akal pikiran, menghabiskan harta benda serta mengakibatkan timbulnya perbuatan maksiat.

Setelah ayat tersebut menjelaskan bahwa mudharatnya lebih besar ketimbang manfaatnya, kemudian turun firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berikutnya, yang artinya: "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mendekati (melaksanakan) shalat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan" (QS: An Nahl: 43)

Dengan turunnya ayat ini, mereka mengerti bahwa khamr diharamkan pada waktu shalat. Setelah ayat di atas, baru diturunkan ayat yang secara tegas melarang khamr, yang artinya: "Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS: Al Maidah: 90)

Berkaitan dengan hal tersebut Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata, yang artinya: "Sesungguhnya surat yang mula-mula turun adalah surat pendek yang di dalamnya disebutkan adanya surga dan neraka, sehingga jika manusia telah memeluk Islam, maka diturunkan ayat tentang halal dan haram. Seandainya ayat pertama kali turun adalah, ‘Janganlah kalian meneguk khamr’, pastilah mereka akan mengatakan, ‘Kami tidak akan meninggalkan khamr selamanya" (HR: al Bukhari). (mt)

(Sumber Rujukan: Kitab Syu’abul Iman; Tafsir al Qurthubi; Tafsir ath Thabari)

Diambil dari : http://www.mediamuslim.info

Keutamaan Menjenguk Orang Sakit

Mengunjungi dan membesuk orang sakit merupakan kewajiban setiap muslim, utamanya orang yang sangat jelas hubungannya dengan dirinya, seperti kerabat dekat, tetangga, saudara senasab, sahabat dan yang semisalnya. Menjenguk orang sakit adalah di antara amal shalih yang paling utama yang dapat mendekatkan kita kepada Alloh Subhannahu wa Ta'ala, kepada ampunan, rahmat dan SorgaNya.

Mengunjungi orang sakit merupakan perbuatan mulia, di dalamnya terdapat keutamaan yang sangat agung, pahala yang sangat besar dan ia adalah salah satu hak setiap muslim terhadap muslim lainnya. (HR: Muslim).

Rasululloh shallAllohu 'alaihi wasallam bersabda, yang artinya: "Apabila seorang laki-laki menjenguk saudara muslimnya (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Sorga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo'akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo'akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba." (HR: At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).

Terakhir, hendaknya yang membesuk mendo'akan si sakit: "Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membersihkanmu dari dosa-dosa, Insya Alloh." (HR: Al-Bukhari).

(sumber Rujukan: Al-Hadiqatul Yani'ah minal 'Ulumin Nafi'ah, Syaikh Ibrahim bin Jarullah Al-Jarullah)

diambil dari : http://www.mediamuslim.info

Minggu, 07 Oktober 2007

Lailatul Qadar “Sudah Turun” di Saudi

Hidayatullah.com--Sebuah cahaya putih memancar dari langit menerangi sebuah desa di Riyadh, Arab Saudi. Sinar itu, menjadikan suasana gelap mirip siang hari. Para saksi mata yang bermukim di sebuah desa itu mengatakan bahwa mereka menyaksikan tanda-tanda lailatul qadar, yang berupa cahaya dari langit yang menerangi desa mereka pada Jumat malam 23 Ramadhan.

Al Muthiri, salah satu pejabat lokal di desa Hujrah Masylah, yang berada sekitar 330 km dari Riyadh menyatakan, bahwa ketika ia keluar dari rumahnya pada Jumat malam ia melihat ada cahaya dari langit yang menyinari permukaan bumi, sehingga tempat-tempat di sekelilingnya menjadi terang-benderang seperti saat siang hari.

Ia pun memberitahu penduduk atas peristiwa yang baru ia saksikan, sehingga banyak pula penduduk yang menyaksikan hal yang sama, hingga ia berkesimpulan bahwa malam itu adalah malam lailatul qadar, yang memang berada di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, yang telah dihidupkan oleh para penduduk desa itu.

Bandar bin Dhoif, saksi mata lain atas peristiwa itu mengatakan bahwa ia menyaksikan sebuah cahaya yang menerangi wilayah itu, yaitu sekitar pukul 12 malam di saat itu mengendarai mobilnya, anak-anaknya pun keluar dari mobil untuk menyaksikannya, seakan mereka berada di siang hari, ia amat yakin bahwa cahaya itu bukanlah kilat, karena langit saat itu bersih.

Abdullah Khanaya penduduk desa itu juga mengakui adanya peristiwa itu, dan amat benyak yang telah menyaksikannya, mereka menilai bahwa peristiwa itu adalah salah satu tanda turunnya malam lailatul qadar.

Akan tetapi Amru Abu Hani punya penilaian lain, ia mengatakan,”saya telah melihat sebuah cahaya dari kota Riyadh, cahaya yang berwarna amat putih, jatuh dari langit menuju bumi, dan saya berkeyakinan bahwa itu adalah sebuah meteor yang sedang mendekati bumi dan menabrak lapisan atmosfir, lalu terbakar, Allahu A’lam”.

Syaikh Abdul Muhsin Al Ubaikan, anggota Majlis Syura, menyatakan bahwa cahaya langit yang datang tanpa disebabkan karena petir atau meteor menunjukkan tanda datangnya lailatul qadar, sebagaimana penjelasannya di koran Al Wathan (7/10).

Adapun ketua Jurusan Astronomi di Akademi Madinah Malik bin Abdul Aziz, Dr. Zaki Musthofa, ketika diminta untuk menanggapi, menyatakan bahwa ia tidak ada penjelasan tentang kejadian itu dalam disiplin ilmu. Sehingga ia belum bisa menentukan apa sebenarnya fenomena itu. [alarabiya.net /thoriq/www.hidayatullah.com]

Minggu, 30 September 2007

Blogger Templates 3 colomns

Teman-teman dan para sahabat pencinta blog semua, pada posting ini saya mencoba untuk menampilkan beberapa template tiga kolom...semoga ini bermanfaat adanya...amin.